Senin, 01 November 2010

Koperasi Indonesia Menghadapi Globalisasi Ekonomi

KOPERASI INDONESIA MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL (GLOBALISASI EKONOMI)


Globalisasi Ekonomi

Globalisasi menggambarkan proses percepatan interaksi yang luas dalam bidang politik, teknologi, ekonomi, social dan budaya. Globalisasi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan multi lapis dan multi dimensi proses dan fenomena hidup yang sebagian besar didorong oleh Barat dan khususnya kapitalisme beserta nilai-nilai hidupnya dan pelaksanaannya (Samuel M. Makinda dalam Dochak Latief, 2000).
Dilihat dari kacamata ekonomi, esensi globalisasi pada darsarnya adalah peningkatan interaksi dan integrasi di dalam perekonomian baik di dalam maupun antar Negara, yang meliputi aspek-aspek perdagangan, investasi, perpindahan faktor-faktor produksi dalam bentuk migrasi tenaga kerja dan penanaman modal asing, keuangan dan perbankan internasional serta arus devisa (Mahmud Toha, 2002).
Globalisasi ekonomi tidak lebih dari arus ekonomi liberal yang menurut Mubyarto mengandung pembelajaran tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk menumbuhkan ekonomi (ajaran efisiensi), tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan (ajaran keadilan).
Pengalaman menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1997 merupakan akibat dari arus besar “globalisasi” yang telah menghancur-leburkan sendi-sendi kehidupan termasuk ketahanan moral bangsa.

Koperasi dan Globalisasi

Sebagai perkumpulan orang, Koperasi Indonesia di era global akan selalu berhadapan dengan arus tatanan ekonomi liberal. Namun diakui bahwa koperasi memiliki anggota dari berbagai lingkungan sosial, budaya, agama dan kaum cerdik pandai yang semuanya menyumbangkan nilai-nilai koperasi. Artinya sifat, watak, etika, moral dan ajaran terbaik yang dianut, dapat dilebur menjadi satu dalam koperasi, hingga selanjutnya membentuk watak dan akhlak koperasi.
Jika demikian halnya, menghadapi tantangan globalisasi, koperasi percaya bahwa semua orang dapat dan seharusnya berupaya keras mengendalikan nasibnya sendiri. Artinya, harus mampu menolong diri sendiri. Pengembangan diri secara penuh hanya terjadi jika orang-orang bergabung menjadi satu dan secara bersama mencapai tujuan bersamanya. Koperasi dengan semboyan: "satu untuk semua dan semua untuk satu“ dapat meyakinkan bahwa anggota sebagai pemilik koperasi harus mampu bertanggung jawab sendiri maupun bersama-sama demi sehat dan berkembangnya koperasi ke depan.
Siapapun dalam koperasi tidak bisa mengelak dari tanggung jawabnya, apapun yang terjadi pada koperasi. Anggota secara sendiri maupun bersama sebagai pemilik menyatukan kekuasaan, hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam satu tangan. Karenanya anggota harus mampu mengendalikan koperasinya secara adil dan bijaksana, terutama dalam pengambilan keputusan. Dalam sistem koperasi, uang betapapun pentingnya adalah tetap abdi dan alat koperasi, bukan majikan.
Menghadapi tantangan globalisasi, koperasi mestinya harus mampu memberikan kedudukan dan pelayanan kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan, timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam penggunaan hak, kewajiban dan tanggung jawab. Kebersamaan dan hidup bersama sebagai modal sosial menciptakan rasa saling percaya, kerukunan dan toleransi satu sama lain. Kebersamaan seperti ini yang dikehendaki oleh kegotong-royongan, saling menolong sebagai perwujudan dari asas kekeluargaan. Ini adalah modal yang sangat berharga bagi koperasi dalam menghadapi tantangan globalisasi.

Peluang dan Tantangan Koperasi Dalam Era Globalisasi
            Pada waktu krisis moneter dan ekonomi menghantam Indonesia, ternyata BUMS dan BUMN/BUMD banyak yang kelimpungan gulung tikar, meninggalkan hutang yang demikian besar. Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) yang biasanya dianggap tidak penting dan disepelekan justru sebagian besar dapat eksisi dalam menghadapi badai krisis. Dengan demikian sector yang disebut belakangan (UKMK) dapat menjadi pengganjal untuk tidak terjadinya kebangkrutan perekonomian, bahkan sebaliknya dapat diharapkan sebagai motor penggerak roda perekonomian nasional untuk keluar dari krisis. Sebagai misal banyak peluang besar yang semula tertutup sekarang menjadi terbuka.
            Seandainya globalisasi benar-benar terwujud sesuai dengan skenario terjadinya pasar bebas dan persaingan bebas, maka bukan berarti tamatlah riwayatnya koperasi. Peluang koperasi untuk tetap berperan dalam percatruran perekonomian nasional dan internasional terbuka lebar asal koperasi dapat berbenah diri menjadi salah satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan pelaku ekonomi lainnya. Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relative berat, karena kalau tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi dapat tergusur dalam percaturan persaingan yang makin intens dan mengglobal. Kalau kita lihat cirri-ciri globalisasi dimana pergerakan barang, modal dan uang demikian bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama, maka tidak ada alasan bagi suatu Negara untuk meninabobokan para pelaku ekonomi (termasuk koperasi) yang tidak efisien dan kompetitif.

Keadilan, Kesetiakawanan dan Globalisasi

Di era globalisasi, keadilan harus tumbuh dalam nurani anggota dan dijabarkan dalam perlakuan adil koperasi terhadap anggotanya. Dalam memanfaatkan hasil usaha, keadilan ini diterjemahkan dalam pembagian SHU anggota, sesuai besarnya jasa anggota kepada koperasi.Di era globalisasi, kesetiakawanan dalam koperasi adalah kekayaan sangat berharga bagi kehidupan kolektif. Karena, koperasi bukan hanya perkumpulan pribadi sebagai anggota, tetapi anggota koperasi secara bersama adalah suatu kolektivitas.
Bung Hatta melihat kesetiakawanan dalam masyarakat gotong royong dan dengan benar dijadikan sebagai dasar koperasi di Indonesia. Kesetiakawanan berarti bahwa semua pribadi bersatu membangun koperasi dan gerakan koperasi secara lokal, nasional, regional dan internasional. Kesetiakawanan tumbuh secara timbal balik, karena swadaya dan tolong menolong adalah dua faktor mendasar yang menjadi inti dari falsafah perkoperasian. Falsafah perkoperasian inilah yang sangat membedakan koperasi dari bangun usaha yang lain. Prinsip-prinsip Sebagai Kerangka Kerja Koperasi Prinsip-prinsip koperasi bukan sekedar untuk dipatuhi, tetapi juga sebagai alat pengukur bagi tingkah laku koperasi.

Langkah-Langkah Antisipatif Koperasi Dalam Globalisasi
E.F. Schumacher (1978) berpendapat bahwa small is beautiful. John Naisbitt (1944) merasa percaya bahwa masa depan perekonomian global berada ditangan unit usaha yang kecil, otonom, namun padat teknologi. Dari kedua pendapat tersebut mendorong keyakinan kita bahwa sector-sektor usaha kecil di Indonesia perlu diberi kesempatan untuk berperan lebih banyak. Oleh karena itu, paradigm pengembangan ekonomi rakyat layak diaplikasikan dalam tatanan praktis. Pendapat A.P.Y.Djogo (dalam Mubyarto, 1999) perlu dikemukakan yang menganalisis perbedaan antara “ekonomi rakyat” dan “ekonomi konglomerat” dengan kesimpulan bahwa, jika ekonomi konglomerat “sejak dari sananya” adalah “ekonomi pertumbuhan”, maka ekonomi rakyat adalah “ekonomi pemerataan”.
Keistimewaan koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata dapat member laba financial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut. Untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan internal maupun eksternal. Di sisi internal, dalam tubuh koperasi masih banyak virus yang merugikan. Yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi sebagai wahana sosial politik. Manuver koperasi pada akhirnya bukan ditujukan untuk kemajuan koperasi dan kesejahteraan anggota, melainkan untuk keuntungan poltis kelompok tertentu. Sebagai contoh, misalnya KUD (Koperasi Unit Desa) diplesetkan menjadi “Ketua Untung Dulu”, tentunya menggambarkan yang diuntungkan koperasi adalah para elit pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi para pengurus koperasi kadangkala merangkap jabatn virokratis, politis atau jabatan kemasyarakatan, sehingga terjadinya konflik peran. Konflik yang berlatarbelakang non koperasi dapat terbawa kedalam lembaga koperasi, sehingga mempengaruhi citra koperasi. Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas pemerintah dalam konteks pengembangan koperasi. Karenasumberdaya dan budidaya koperasi lebih dialokasikan untuk menguraikan konflik-konflik social politik, maka agenda ekonomi konkret tidak dapat diwujudkan. Koperasi jadi impoten, di mana fungsi sebagai wahana mobilisasi tidak dan perjuangan perekonomian rakyat kecil tidak berjalan.
Jadi langkah pembenahan koperasi, pertama-tama harus dapat merestrukturisasi hambatan internal, dengan mengikis habis segala konflik yang ada. Untuk mengganti mentalitas pencarian rente yang oprtunitis, dibutuhkan upaya penumbuhkembangan etos dan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan anggota koperasi. Langkah-langkah inovasi usaha perlu terus dikembangkan. Kedua, pembenahan manajerial. Manajemen koperasi dimasa dating menghendaki pengarahan focus terhadap pasar, system pencatatan keuangan yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan modal mendatang. Ketiga, terspesialisasi antar koperasi maupun kerjasama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan. Ke empat, koperasi dituntut untuk menempatkan anggotanya sebagai pelaku aktif dalam proses produksi dan distribusi dalam memenuhi syarat-syarat penghematan biaya, pemanfaatan modal, spesialisasi, keorganisasian, fleksibilitas dan pemekaran kesempatan kerja. Menurut Indra Ismawan (2001), pada gilirannya koperasi akan memadukan istilah the bigger is better dengan small is beautiful.
           
Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar